Oleh
: Santi Permatasari
Hallo,
saya baru posting lagi tulisan setelah terjeda oleh beberapa hari. Kali ini,
tulisan yang saya posting adalah sebuah cerpen. Cerpen ini saya tulis tujuannya
untuk memenuhi salah satu tugas Bahasa dan Sastra Indonesia. Namun, karena
cerpen ini sudah dinilai oleh guru yang bersangkutan dan jika didiamkan terus
menerus tidak ada yang akan membaca. So, I post this “Short Story” atau Cerita
Pendek di Sansan Blog agar
ada banyak orang yang membaca cerpen ini. Have Fun to read this story.
Kekuatan Ibu
(The Strongest Mom)
Karya : Santi Permatasari
Matahari
berada di atas kepala siang itu, tepatnya
di bulan Rabi'ul Awal, atau masyarakat sekitar sering menyebutnya bulan Maulud.
Bulan dilahirkannya Nabi Muhammad Saw. Dibulan itu, berbagai macam kegiatan
dilakukan untuk memperingati kelahiran Rasulullah Saw. Mulai dari anak kecil
sampai orang tua, di antaranya Maulid Nabi Muhammad Saw, pengajian, ceramah,
dan masih banyak lagi.
Adzan
Dzuhur telah berkumandang. Seorang anak kecil kira-kira berumur lima tahun
terus merengek pada ibunya. Anak kecil itu bernama Aditiya. Aditiya terus
merengek pada ibunya, agar ia bisa cepat-cepat pergi untuk mengikuti acara
Maulid Nabi Muhammad Saw di pengajiannya. Kini, ibunya semakin mempercepat
geraknya berharap ia bisa cepat selesai mendandani anak laki-lakinya tersebut.
Namun, anaknya tidak bisa diam,
dia terus bergerak, ia pindah ke sana ke sini, jongkok, berdiri, namun ibunya
tetap sabar menghadapi anaknya.
Suatu
ketika, Aditiya sedang jongkok dan ibunya sedang merapikan rambut anaknya,
sambil bercanda atau bermain-main. Tiba-tiba Aditiya mendadak berdiri sehingga kepala Aditiya mengenai gigi
ibunya itu. "Arrghhh....." Rintih ibunya kesakitan. Darah keluar dari
mulut ibunya. Bibirnya
terasa membengkak. Rasa ngilu kini dirasakan ibunya.Ternyata giginya yang
begitu kuat itu patah, rasa ngilu yang ibu itu rasakan keluar karena gigi yang
patah tidak sepenuhnya patah namun hanya setengahnya gigi tersebut patah,
sementara akar giginya masih menempel. Rasa ngilu itu semakin bertambah,
bertambah sakit.
Dilihat
anaknya, ternyata darah merah memancar begitu dahsyatnya dari kepala Aditiya.
Seketika rasa sakit ibunya tidaklah hilang, rasa sakitnya malah bertambah setelah melihat darah yang memancar,
mengalir sampai ke wajah Aditiya. Sontak, Aditiya pun kaget dan panik melihat
ada darah yang mengalir di wajahnya. Tidak hanya Aditiya, ibunya juga panik,
apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia berusaha untuk menenangkan dirinya
sendiri dan memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan darah terus
keluar dari kepala Aditiya. Sementara Aditiya terus menjerit, menangis
kesakitan ditambah rasa panik yang Aditiya rasakan karena ada sesuatu yang mengalir di wajahnya.
Akhirnya, ibunya menggendong Aditiya menuju rumah kakaknya
yang bersebelahan dengan rumah neneknya
Aditiya. Rumahnya tidak begitu jauh, di rumah nenek Aditiya tumbuh lebat daun
sirih yang diyakini masyarakat sekitar dapat menekan darah yang memancar agar tidak terus keluar. Selain
itu, daun sirih juga berkhasiat untuk menyembuhkan sariawan, atau mimisan.
Di
sepanjang jalan ibunya terus berteriak meminta tolong, karena paniknya.
"Tolong....tolong...!" Sesampainya di rumah kakaknya, kakaknya
langsung keluar. Sang ibu langsung memetik beberapa helai daun sirih untuk
dikunyah. Langsung dikunyahlah daun sirih itu oleh ibunya. Ia tidak peduli dengan rasa ngilu karena giginya patah, ia
akan lakukan apapun, demi menyelamatkan anaknya, namun rasa ngilu itu masih
ada, dan rasa ngilu yang ibu Aditiya rasakan begitu sakit, sehingga ia tidak
tahan lagi untuk mengunyah daun sirih tersebut.
Dibawalah
daun sirih itu oleh kakaknya, dan dikunyahlah daun sirih itu sampai halus.
Setelah itu, diletakanlah kunyahan daun sirih itu di kepala Aditiya yang
terluka. Sekejap Allah SWT menghentikan darah yang terus keluar dari kepala
Aditiya. Tubuh ibunya lemas tak berdaya bagai burung yang putus asa. Ia
terduduk dengan tubuh yang lemah tak berdaya, seolah-olah seluruh tubuhnya
telah lepas atau hancur, matanya
menatap kosong, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
"Astagfirullahaladzim, apa ini? Kenapa ini terjadi disaat putraku akan
mengikuti acara maulid Nabi." Sang ibu berkata dengan lemah.
Ia
membawa Aditiya kembali ke rumahnya. Tak lupa ia berterima kasih kepada
kakaknya "Terima kasih kak." Kata ibu. Tiba di rumah, ia membaringkan anaknya agar anaknya bisa beristirahat. Akhirnya, anaknya bisa
tidur. Tidak peduli dengan acara maulid Nabi yang sedang berlangsung. Namun,
kini yang terpenting adalah kesembuhan putranya. Satu jam berlalu, anaknya
bangun dan tidak lama kemudian ia mengajak ibunya untuk pergi mengikuti acara
maulid nabi. Sang ibu menuruti kemauan anaknya. Di sisi lain, ibunya bangga karena meskipun ia sedang
sakit, ia masih mau untuk menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad Saw. Tapi sebelumnya, ia
meyakinkan anaknya terlebih dahulu, apakah ia yakin bisa mengikuti acara maulid
nabi. Anaknya tetap bersikukuh, mengajak ibunya pergi menghadiri acara maulid
nabi.
Mereka
pun akhirnya pergi menghadiri acara maulid nabi di Madrasah Al-Huda. Selama
maulid nabi berlangsung, kekhawatiran menyelimuti ibunya. Ia takut anaknya
pusing atau rasa sakit di kepalanya muncul kembali. Namun, selama acara maulid nabi berlangsung, Aditiya tampak
menikmati Maulid Nabi Muhammad Saw di pengajian tersebut. Sampai saat ini,
bekas kejadian tersebut masih ada di kepala Aditiya, ditandai dengan hilangnya
beberapa helai rambut Aditiya di kepalanya yang tidak tumbuh kembali.
Resensi
dari cerpen ini tidak saya tuliskan. So, please write your opinion about
this short story below (Jadi,
silahkan tulis pendapat atau komentar kamu di bawah) Silahkan menurut kamu
bagaimana unsur-unsur intrinsik dari cerpen di atas, ngga harus semuanya kok,
bisa pilih salah satu. Ini bisa melatih kemampuan kalian dalam menentukan
unsur-unsur intrinsic sebuah cerpen. Jadi, kemampuan menulis kamu bisa
terlatih. Dan kalian juga bisa
mengapresiasi cerpen yang saya tulis. Let’s do it!!