Ditulis
oleh : Santi Permatasari
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Salam
persahabatan dari saya untuk kalian semua para “Readers” or “Viewers” yang
sedang membaca tulisan ini. Tulisan ini merupakan konten pertama yang saya
publish, so welcome to my blog, and I hope you enjoy the content. Essai yang
saya publish ini ditulis ketika saya kelas X, waktu itu saya mengikuti acara
memperingati Hari Kartini, salah satu lombanya adalah membuat essai.
Alhamdulillah saya mendapat juara “Harapan 1” meskipun tidak masuk 3 besar,
setidaknya usaha saya dalam membuat essai ini cukup membuahkan hasil. Sejak
itulah saya mulai tertarik dengan yang namanya essai.
Perempuan
Sebaiknya Berkarier di Rumah atau di Luar Rumah?
Karya :
Santi Permatasari
Dewasa ini,
wanita bekerja bukan merupakan hal baru dalam kehidupan. Adanya persamaan hak
antara pria dan wanita menyebabkan kesempatan untuk bekerja semakin terbuka
lebar bagi wanita. Banyak wanita yang sukses dalam memimpin sebuah perusahaan,
bahkan negara. Banyak pula profesi yang lazimnya dikerjakan oleh seorang pria,
malah bisa dikerjakan oleh seorang wanita.
Wanita dapat
melakukan apa yang pria lakukan. Dapat dikatakan bahwa wanita multitalent. Tetapi, ada kalanya seorang
pria tidak dapat melakukan apa yang wanita lakukan. Seperti menstruasi, mengandung,
melahirkan, menyusui, dan wanita dapat mengerjakan banyak hal dalam satu waktu.
Wanita
lebih ulet, dan lebih berprestasi daripada pria, dalam hal belajar ataupun
bekerja. Dapat ditemukan di lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, atau
lingkungan sekitar, bahwa kebanyakan yang ulet dan berprestasi dalam
tugas-tugas yang diberikan ialah wanita. Bukan berarti pria tidak ulet dan
tidak berprestasi, banyak juga pria yang ulet dan berprestasi tetapi, tidak
sebanyak wanita. Tidak heran, bahwa wanita dapat mengerjakan banyak hal dalam
satu waktu. Di sinilah kelebihan wanita yang jarang pria miliki. Kekuatan
wanita yang satu ini pastinya sudah diakui dan tidak diragukan lagi oleh para
pria.
Tidak ada
salahnya jika seorang wanita ingin mengenyam pendidikan tinggi, dan
mengembangkan skill yang dimiliki di dunia pekerjaan. Apalagi di zaman
sekarang, wanita memang harus berpendidikan tinggi, mandiri, dan berkarier. Hal
ini dikarenakan semakin maju, modern dan canggihnya teknologi, informasi, dan
komunikasi.
Namun,
menjadi seorang wanita karier tidaklah mudah, banyak hal yang harus
dipertimbangkan seperti keluarga, pendidikan yang telah diperoleh, dan karier
yang akan di jalani. Hal ini menyebabkan dilema seorang wanita. Seorang wanita
harus memilih apakah fokus terhadap keluarganya, tetap mengembangkan kariernya,
atau menekuni kedua-duanya.
Kebutuhan
mengejar karier dan memberikan perhatian pada anak adalah dua hal yang kadang
tidak bisa berjalan beriringan. Terkadang, anaklah yang sering menjadi korban
dalam dilema ini. Jika seorang wanita lebih memilih untuk fokus pada kariernya,
maka perhatian pada anaknya akan teralihkan. Meskipun pada hakikatnya,
perhatian seorang ibu tidak akan berkurang. Realitanya, yang dirasakan anak
akan berbeda. Anak akan merasa bahwa waktu yang diberikan ibu padanya
berkurang. Hal ini dikarenakan sebagian besar waktu sang ibu akan dihabiskan
untuk bekerja.
Anak akan
mencari seseorang yang bisa diajak berbagi segala keluh kesahnya. Dalam hal
inilah pergaulan dapat mempengaruhi kondisi psikis anak. Jika teman yang
ditemukan dapat mengajak sang anak ke arah yang lebih positif, itu merupakan
hal yang bagus. Masalahnya, jika teman yang ditemukan sang anak, justru malah
mengajak ke arah yang negatif. Hal inilah yang dapat melahirkan anak-anak yang
kurang disiplin, kurang sopan santun, dan lebih banyak melakukan penyimpangan
sosial.
Anak
menjadi kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Hal tersebut
mengakibatkan anak akan melakukan sesuatu yang menyimpang, dengan tujuan agar
ia bisa mendapat perhatian ibu dan bapaknya. Dengan kata lain, sang anak
mencari-cari perhatian dengan cara apapun, meskipun cara tersebut salah. Pada
akhirnya, apabila hal tersebut terus dibiarkan, anak akan menjadi egois, keras
kepala, sulit diatur, dan membangkang.
Terkadang,
anak akan meniru sisi buruk orang tua. Ketika orang tuanya, termasuk ibunya
terlalu sibuk pada pekerjaannya, sehingga melupakan fitrahnya untuk menjaga,
mengasuh, dan mendidik anak. Anak menjadi kurang peduli pada lingkungan
sekitar, bahkan sesamanya. Anak juga kurang bersosialisasi, karena kegiatan interaksi dalam keluarganya kurang.
Padahal, keluarga merupakan salah satu media sosial primer dalam bersosialisasi.
Di satu
sisi, seorang wanita karier mengkhawatirkan anak dan suaminya. Di sisi lain, ia
juga menginginkan agar tetap berkarier. Pada kenyataannya, tidak semua anak
suka dengan keadaan seperti ini. Akan selalu ada rasa tidak nyaman dalam diri
sang anak ketika ibunya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja.
Seorang wanita pun tidak semuanya bisa memanage waktu. Dalam hal ini, yang
paling disalahkan ketika anaknya sulit diatur, atau menyimpang ialah sang ibu.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan seorang wanita yang ingin terus berkarier
tidak meninggalkan fitrahnya sebagai seorang ibu.
Tidak semua
wanita karier itu sama, bisa saja ada seorang wanita karier yang pandai
mengatur dan membagi waktunya sehingga perhatian untuk anak-anak dan suaminya
tidak akan berkurang. Bagi ibunya seorang wanita karier atau ibu rumah tangga,
sebagai seorang anak seharusnya tetap bersyukur karena bagaimanapun juga, perhatian serta kasih sayang seorang ibu
kepada anak atau keluarganya tidak akan hilang.
Jangan
beranggapan bahwa semua wanita karier itu hanya akan mementingkan pekerjaanya
saja. Pilihan sebagai wanita karier bukanlah suatu hal yang dapat mengakibatkan terganggunya rumah
tangga, tetapi cara dalam menyikapi pekerjaannyalah yang menentukan
keberhasilan atau keharmonisan sebuah keluarga. Jika wanita itu tetap bisa
membagi waktu dan memprioritaskan keluarga, maka pekerjaan tidak akan
mengganggu rumah tangganya, tentu tak masalah jika mereka aktif berkarier.
Waktu mereka masih bisa diluangkan untuk mengurus anak-suami. Untuk itu,
haruslah seorang wanita berusaha menyalurkan kemampuannya untuk bekerja tanpa
melupakan kodrat yang telah dibawa sebagai seorang ibu sekaligus istri.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa kesuksesan dan kemandirian anak sangat
dipengaruhi oleh peran keluarga, khusunya peran seorang ibu. Seorang ibu harus
adil, dan mampu menjaga, mendidik, dan membimbing anak-anaknya sehingga menjadi
pribadi yang sehat dan berakhlak mulia. Diharapkan seorang wanita yang ingin
terus berkarier tidak meninggalkan fitrahnya sebagai seorang ibu. Mereka
diperbolehkan untuk bekerja, dan tetap mengutamakan keluarga.
Essai di
atas merupakan hasil revisi, atau pengecekan ulang agar lebih baik lagi,
sehingga bukan pure semuanya ditulis ketika saya kelas X, namun sebagian kecil
ada pengubahan kalimat. Judul yang tertera dalam essai di atas merupakan
recommended atau saran dari Blogger dan Penulis yang sudah lama berkecimpung di
dunia tulis-menulis dan Blog yaitu Kak Ali Muakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar