Senin, 13 Mei 2019

Cerpen tentang Ibu "Kekuatan Ibu"

Oleh : Santi Permatasari
Hallo, saya baru posting lagi tulisan setelah terjeda oleh beberapa hari. Kali ini, tulisan yang saya posting adalah sebuah cerpen. Cerpen ini saya tulis tujuannya untuk memenuhi salah satu tugas Bahasa dan Sastra Indonesia. Namun, karena cerpen ini sudah dinilai oleh guru yang bersangkutan dan jika didiamkan terus menerus tidak ada yang akan membaca. So, I post this “Short Story” atau Cerita Pendek di Sansan Blog agar ada banyak orang yang membaca cerpen ini. Have Fun to read this story.
Kekuatan Ibu
(The Strongest Mom)
Karya : Santi Permatasari
Matahari berada di atas kepala siang itu, tepatnya di bulan Rabi'ul Awal, atau masyarakat sekitar sering menyebutnya bulan Maulud. Bulan dilahirkannya Nabi Muhammad Saw. Dibulan itu, berbagai macam kegiatan dilakukan untuk memperingati kelahiran Rasulullah Saw. Mulai dari anak kecil sampai orang tua, di antaranya Maulid Nabi Muhammad Saw, pengajian, ceramah, dan masih banyak lagi.
Adzan Dzuhur telah berkumandang. Seorang anak kecil kira-kira berumur lima tahun terus merengek pada ibunya. Anak kecil itu bernama Aditiya. Aditiya terus merengek pada ibunya, agar ia bisa cepat-cepat pergi untuk mengikuti acara Maulid Nabi Muhammad Saw di pengajiannya. Kini, ibunya semakin mempercepat geraknya berharap ia bisa cepat selesai mendandani anak laki-lakinya tersebut. Namun, anaknya tidak bisa diam, dia terus bergerak, ia pindah ke sana ke sini, jongkok, berdiri, namun ibunya tetap sabar menghadapi anaknya.
Suatu ketika, Aditiya sedang jongkok dan ibunya sedang merapikan rambut anaknya, sambil bercanda atau bermain-main. Tiba-tiba Aditiya mendadak berdiri sehingga kepala Aditiya mengenai gigi ibunya itu. "Arrghhh....." Rintih ibunya kesakitan. Darah keluar dari mulut ibunya. Bibirnya terasa membengkak. Rasa ngilu kini dirasakan ibunya.Ternyata giginya yang begitu kuat itu patah, rasa ngilu yang ibu itu rasakan keluar karena gigi yang patah tidak sepenuhnya patah namun hanya setengahnya gigi tersebut patah, sementara akar giginya masih menempel. Rasa ngilu itu semakin bertambah, bertambah sakit.
Dilihat anaknya, ternyata darah merah memancar begitu dahsyatnya dari kepala Aditiya. Seketika rasa sakit ibunya tidaklah hilang, rasa sakitnya malah bertambah setelah melihat darah yang memancar, mengalir sampai ke wajah Aditiya. Sontak, Aditiya pun kaget dan panik melihat ada darah yang mengalir di wajahnya. Tidak hanya Aditiya, ibunya juga panik, apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dan memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan darah terus keluar dari kepala Aditiya. Sementara Aditiya terus menjerit, menangis kesakitan ditambah rasa panik yang Aditiya rasakan karena ada sesuatu yang mengalir di wajahnya.
Akhirnya, ibunya menggendong Aditiya menuju rumah kakaknya yang bersebelahan dengan rumah neneknya Aditiya. Rumahnya tidak begitu jauh, di rumah nenek Aditiya tumbuh lebat daun sirih yang diyakini masyarakat sekitar dapat menekan darah yang memancar agar tidak terus keluar. Selain itu, daun sirih juga berkhasiat untuk menyembuhkan sariawan, atau mimisan.
Di sepanjang jalan ibunya terus berteriak meminta tolong, karena paniknya. "Tolong....tolong...!" Sesampainya di rumah kakaknya, kakaknya langsung keluar. Sang ibu langsung memetik beberapa helai daun sirih untuk dikunyah. Langsung dikunyahlah daun sirih itu oleh ibunya. Ia tidak peduli dengan rasa ngilu karena giginya patah, ia akan lakukan apapun, demi menyelamatkan anaknya, namun rasa ngilu itu masih ada, dan rasa ngilu yang ibu Aditiya rasakan begitu sakit, sehingga ia tidak tahan lagi untuk mengunyah daun sirih tersebut.
Dibawalah daun sirih itu oleh kakaknya, dan dikunyahlah daun sirih itu sampai halus. Setelah itu, diletakanlah kunyahan daun sirih itu di kepala Aditiya yang terluka. Sekejap Allah SWT menghentikan darah yang terus keluar dari kepala Aditiya. Tubuh ibunya lemas tak berdaya bagai burung yang putus asa. Ia terduduk dengan tubuh yang lemah tak berdaya, seolah-olah seluruh tubuhnya telah lepas atau hancur, matanya menatap kosong, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Astagfirullahaladzim, apa ini? Kenapa ini terjadi disaat putraku akan mengikuti acara maulid Nabi." Sang ibu berkata dengan lemah.
Ia membawa Aditiya kembali ke rumahnya. Tak lupa ia berterima kasih kepada kakaknya "Terima kasih kak." Kata ibu. Tiba di rumah, ia membaringkan anaknya agar anaknya bisa beristirahat. Akhirnya, anaknya bisa tidur. Tidak peduli dengan acara maulid Nabi yang sedang berlangsung. Namun, kini yang terpenting adalah kesembuhan putranya. Satu jam berlalu, anaknya bangun dan tidak lama kemudian ia mengajak ibunya untuk pergi mengikuti acara maulid nabi. Sang ibu menuruti kemauan anaknya. Di sisi lain, ibunya bangga karena meskipun ia sedang sakit, ia masih mau untuk menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad Saw. Tapi sebelumnya, ia meyakinkan anaknya terlebih dahulu, apakah ia yakin bisa mengikuti acara maulid nabi. Anaknya tetap bersikukuh, mengajak ibunya pergi menghadiri acara maulid nabi.
Mereka pun akhirnya pergi menghadiri acara maulid nabi di Madrasah Al-Huda. Selama maulid nabi berlangsung, kekhawatiran menyelimuti ibunya. Ia takut anaknya pusing atau rasa sakit di kepalanya muncul kembali. Namun, selama acara maulid nabi berlangsung, Aditiya tampak menikmati Maulid Nabi Muhammad Saw di pengajian tersebut. Sampai saat ini, bekas kejadian tersebut masih ada di kepala Aditiya, ditandai dengan hilangnya beberapa helai rambut Aditiya di kepalanya yang tidak tumbuh kembali.

Resensi dari cerpen ini tidak saya tuliskan. So, please write your opinion about this short story below  (Jadi, silahkan tulis pendapat atau komentar kamu di bawah) Silahkan menurut kamu bagaimana unsur-unsur intrinsik dari cerpen di atas, ngga harus semuanya kok, bisa pilih salah satu. Ini bisa melatih kemampuan kalian dalam menentukan unsur-unsur intrinsic sebuah cerpen. Jadi, kemampuan menulis kamu bisa terlatih.  Dan kalian juga bisa mengapresiasi cerpen yang saya tulis. Let’s do it!!

Jumat, 10 Mei 2019

Puisi “Pemilu Indonesia”

Ditulis oleh : Santi Permatasari
Tulisan kali ini adalah sebuah puisi. Puisi yang saya tulis beberapa minggu sebelum “Pemilu”. Pemilu 2019, yang dilaksanakan pada 17 April 2019. Awalnya, saya menulis puisi ini hanya untuk mengikuti salah satu lomba cipta puisi dengan tema “Pemilu Damai”. Actually, saya ngga pinter-pinter banget dalam hal cipta puisi. So, waktu itu saya ngga yakin bakal bisa buat puisi tapi saya mau coba dan mau ikut lomba itu. OK finally I try it, aku coba buat puisi mumpung kata-kata tentang pemilu terlintas dipikiranku. Alhasil puisinya jadi, done! tapi, aku tidak juara, but it’s no problem. Jangan takut gagal! Aku ikut lomba puisi itu, agar kemampuan menulisku bisa terasah. 
Pesta Rakyat
Karya : Santi Permatasari

Pemilu…
Sebuah ajang tuk lahirnya pemimpin baru
Pemimpin lama pun tak masalah, dengan visi dan misi baru
Dengan kebijakan mereka demi Indonesia maju
Dan bangsa yang lebih bermutu
Pemilu…
Sebuah pesta rakyat
Yang berasaskan luber dan jurdil
Namun…
Akankah asas itu tetap kokoh
Akankah asas itu tetap ada
Akankah asas itu tetap melekat pada hati rakyat
Pemilu…
Yang rakyat inginkan adalah kehidupan yang mencukupi
Yang rakyat inginkan adalah kesehatan yang terjamin
Yang rakyat inginkan adalah pendidikan yang terjangkau
Yang rakyat inginkan adalah kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan
Yang rakyat butuhkan ialah…
Pemimpin yang amanah
Pemimpin yang jujur
Pemimpin yang bijaksana
Pemimpin yang adil
Pemimpin yang cerdas
Pemimpin yang bisa memberikan keamanan
kemakmuran
kesejahteraan
Marilah…
Tuk ikut berpartisipasi
Meramaikan Pesta Demokrasi
Mari gunakan hak pilih dengan baik dan bijaksana
Dalam Pesta Demokrasi Indonesia
Marilah…
Wujudkan Pesta Rakyat Indonesia
Pesta Demokrasi Indonesia
Dengan aman dan damai

How about my poetry? Gimana puisiku? Yaa itu hanyalah sekedar catatan puitisku tentang pemilu.

Kamis, 09 Mei 2019

Essai dengan Tema "Ibuku Seorang Wanita Karier"

Ditulis oleh : Santi Permatasari
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Salam persahabatan dari saya untuk kalian semua para “Readers” or “Viewers” yang sedang membaca tulisan ini. Tulisan ini merupakan konten pertama yang saya publish, so welcome to my blog, and I hope you enjoy the content. Essai yang saya publish ini ditulis ketika saya kelas X, waktu itu saya mengikuti acara memperingati Hari Kartini, salah satu lombanya adalah membuat essai. Alhamdulillah saya mendapat juara “Harapan 1” meskipun tidak masuk 3 besar, setidaknya usaha saya dalam membuat essai ini cukup membuahkan hasil. Sejak itulah saya mulai tertarik dengan yang namanya essai.
Perempuan Sebaiknya Berkarier di Rumah atau di Luar Rumah?
Karya : Santi Permatasari
Dewasa ini, wanita bekerja bukan merupakan hal baru dalam kehidupan. Adanya persamaan hak antara pria dan wanita menyebabkan kesempatan untuk bekerja semakin terbuka lebar bagi wanita. Banyak wanita yang sukses dalam memimpin sebuah perusahaan, bahkan negara. Banyak pula profesi yang lazimnya dikerjakan oleh seorang pria, malah bisa dikerjakan oleh seorang wanita.
Wanita dapat melakukan apa yang pria lakukan. Dapat dikatakan bahwa wanita multitalent. Tetapi, ada kalanya seorang pria tidak dapat melakukan apa yang wanita lakukan. Seperti menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui, dan wanita dapat mengerjakan banyak hal dalam satu waktu.
Wanita lebih ulet, dan lebih berprestasi daripada pria, dalam hal belajar ataupun bekerja. Dapat ditemukan di lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, atau lingkungan sekitar, bahwa kebanyakan yang ulet dan berprestasi dalam tugas-tugas yang diberikan ialah wanita. Bukan berarti pria tidak ulet dan tidak berprestasi, banyak juga pria yang ulet dan berprestasi tetapi, tidak sebanyak wanita. Tidak heran, bahwa wanita dapat mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Di sinilah kelebihan wanita yang jarang pria miliki. Kekuatan wanita yang satu ini pastinya sudah diakui dan tidak diragukan lagi oleh para pria.
Tidak ada salahnya jika seorang wanita ingin mengenyam pendidikan tinggi, dan mengembangkan skill yang dimiliki di dunia pekerjaan. Apalagi di zaman sekarang, wanita memang harus berpendidikan tinggi, mandiri, dan berkarier. Hal ini dikarenakan semakin maju, modern dan canggihnya teknologi, informasi, dan komunikasi.
Namun, menjadi seorang wanita karier tidaklah mudah, banyak hal yang harus dipertimbangkan seperti keluarga, pendidikan yang telah diperoleh, dan karier yang akan di jalani. Hal ini menyebabkan dilema seorang wanita. Seorang wanita harus memilih apakah fokus terhadap keluarganya, tetap mengembangkan kariernya, atau menekuni kedua-duanya.
Kebutuhan mengejar karier dan memberikan perhatian pada anak adalah dua hal yang kadang tidak bisa berjalan beriringan. Terkadang, anaklah yang sering menjadi korban dalam dilema ini. Jika seorang wanita lebih memilih untuk fokus pada kariernya, maka perhatian pada anaknya akan teralihkan. Meskipun pada hakikatnya, perhatian seorang ibu tidak akan berkurang. Realitanya, yang dirasakan anak akan berbeda. Anak akan merasa bahwa waktu yang diberikan ibu padanya berkurang. Hal ini dikarenakan sebagian besar waktu sang ibu akan dihabiskan untuk bekerja.
Anak akan mencari seseorang yang bisa diajak berbagi segala keluh kesahnya. Dalam hal inilah pergaulan dapat mempengaruhi kondisi psikis anak. Jika teman yang ditemukan dapat mengajak sang anak ke arah yang lebih positif, itu merupakan hal yang bagus. Masalahnya, jika teman yang ditemukan sang anak, justru malah mengajak ke arah yang negatif. Hal inilah yang dapat melahirkan anak-anak yang kurang disiplin, kurang sopan santun, dan lebih banyak melakukan penyimpangan sosial.
Anak menjadi kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Hal tersebut mengakibatkan anak akan melakukan sesuatu yang menyimpang, dengan tujuan agar ia bisa mendapat perhatian ibu dan bapaknya. Dengan kata lain, sang anak mencari-cari perhatian dengan cara apapun, meskipun cara tersebut salah. Pada akhirnya, apabila hal tersebut terus dibiarkan, anak akan menjadi egois, keras kepala, sulit diatur, dan membangkang.
Terkadang, anak akan meniru sisi buruk orang tua. Ketika orang tuanya, termasuk ibunya terlalu sibuk pada pekerjaannya, sehingga melupakan fitrahnya untuk menjaga, mengasuh, dan mendidik anak. Anak menjadi kurang peduli pada lingkungan sekitar, bahkan sesamanya. Anak juga kurang bersosialisasi, karena  kegiatan interaksi dalam keluarganya kurang. Padahal, keluarga merupakan salah satu media sosial primer dalam bersosialisasi.
Di satu sisi, seorang wanita karier mengkhawatirkan anak dan suaminya. Di sisi lain, ia juga menginginkan agar tetap berkarier. Pada kenyataannya, tidak semua anak suka dengan keadaan seperti ini. Akan selalu ada rasa tidak nyaman dalam diri sang anak ketika ibunya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Seorang wanita pun tidak semuanya bisa memanage waktu. Dalam hal ini, yang paling disalahkan ketika anaknya sulit diatur, atau menyimpang ialah sang ibu. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan seorang wanita yang ingin terus berkarier tidak meninggalkan fitrahnya sebagai seorang ibu.
Tidak semua wanita karier itu sama, bisa saja ada seorang wanita karier yang pandai mengatur dan membagi waktunya sehingga perhatian untuk anak-anak dan suaminya tidak akan berkurang. Bagi ibunya seorang wanita karier atau ibu rumah tangga, sebagai seorang anak seharusnya tetap bersyukur karena bagaimanapun  juga, perhatian serta kasih sayang seorang ibu kepada anak atau keluarganya tidak akan hilang.
Jangan beranggapan bahwa semua wanita karier itu hanya akan mementingkan pekerjaanya saja. Pilihan sebagai wanita karier bukanlah suatu hal  yang dapat mengakibatkan terganggunya rumah tangga, tetapi cara dalam menyikapi pekerjaannyalah yang menentukan keberhasilan atau keharmonisan sebuah keluarga. Jika wanita itu tetap bisa membagi waktu dan memprioritaskan keluarga, maka pekerjaan tidak akan mengganggu rumah tangganya, tentu tak masalah jika mereka aktif berkarier. Waktu mereka masih bisa diluangkan untuk mengurus anak-suami. Untuk itu, haruslah seorang wanita berusaha menyalurkan kemampuannya untuk bekerja tanpa melupakan kodrat yang telah dibawa sebagai seorang ibu sekaligus istri.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesuksesan dan kemandirian anak sangat dipengaruhi oleh peran keluarga, khusunya peran seorang ibu. Seorang ibu harus adil, dan mampu menjaga, mendidik, dan membimbing anak-anaknya sehingga menjadi pribadi yang sehat dan berakhlak mulia. Diharapkan seorang wanita yang ingin terus berkarier tidak meninggalkan fitrahnya sebagai seorang ibu. Mereka diperbolehkan untuk bekerja, dan tetap mengutamakan keluarga.

Essai di atas merupakan hasil revisi, atau pengecekan ulang agar lebih baik lagi, sehingga bukan pure semuanya ditulis ketika saya kelas X, namun sebagian kecil ada pengubahan kalimat. Judul yang tertera dalam essai di atas merupakan recommended atau saran dari Blogger dan Penulis yang sudah lama berkecimpung di dunia tulis-menulis dan Blog yaitu Kak Ali Muakhir.


Wesel Tagih dan Wesel Bayar (Notes Receivable and Notes Payable)

Apakah wesel itu??? Yuk lihat ilustrasi berikut: Pada saat jatuh tempo ketika debitur belum bisa membayar, debitur bisa saja mengirimkan pro...